f KAKI NARSUKI ~ UPK PNPM Kec. Sumbang

Senin, 11 Mei 2015




BAPA  UKI
THE LAST STANDING MAN
BAKUL CAU TERAKHIR, DUSUN KRADENAN
MODERNITAS TELAH MEMBUNUH PEDAGANG KECIL, BURUH TANI DESA-DESA DISUMBANG
Sebuah  perenungan bahwa pembangunan telah memiskinkan kelompok masyarakat yang paling miskin yang selama ini didengungkan akan diangkat kesejahteraannya.

OLEH
BKAD SUMBANG

           Mengangkat tema orang miskin, yang tidak sukses hidup dibelit dengan kesulitan adalah hal yang sangat biasa, kaki Narsuki atau dikenal dengan sebutan bapa Uki, hanya orang biasa, orang desa dengan segala pernak pernik masalah yang rutin, yang setiap saat bergulat dengan dengan segala kesulitan dan kekurangan. Hari ini seperti rutinitas yang selama ini dijalani menjadi bakul cau, minuman khas Banyumas yaitu minuman yang dibuat dari daun cau ( sejenis cincau ) yang dahulu pada tahun 1970 an sangat dikenal oleh masyarakat dikecamatan Sumbang, karena ada satu dusun yang hampir seluruh kepala keluarganya menjadi bakul cau.

                      
             Nulis bakul cau wah ide ora penting, biasa, wis ora aneh, kurang nyokot nggo judul tulisan, tapi nek sedesa pada dadi bakul cau kabeh, tapi siki mung gari siji tok,  kiye lha tembe berita, apa ora ana bakul liyane, ya ana tapi ora seakeh bakul cau Kradenan kulon rikala tahun 1970 an.
            Grumbul Kradenan kulon, grumbul cilik sing mlebu desa Banteran,kecamatan Sumbang, Banyumas, Jawa Tengah, pancen wargane kabeh kaum tani karo buruh tani, grumbul cilik tapi masyarakate guyub, nek koden neng sawah wis pada rampung, go ngisi wektu karo ngenteni panen, bapak-bapak kepala keluarga kabeh pada pahal dodol cau, jaman gemiyen cau Kradenan terkenal, paling ora nang kecamatan Sumbang, tekan kecamatan tangga teparone, kena dipestekena nek ana bakul cau neng endi bae sukang Baturaden tekan Pasar Wage, sukang Sokaraja tekan Dakom ( Gandatapa ) mesti wong Kradenan.
           Jane dadi bakul cau kuwe asale pegaweyan mirunggan angger pegaweyan nang sawah wis pada rampung, pada nandur pari apa nandur jagung, nek wis tandur biasane nek mangsan terang madan suwe, bubar nandur jagung wis ora ana kodean maning, mula kanca batir buruh tani mbanjur pada kulak godong cau nang daerah Cipaku Purbalingga. Rombongan bakul cau kulak godong cau  nganti wong sepuluh, nganggo clana pendek,kaos dawa,tudung lancip, nggawa tas canglong sekang jarit apa taplak meja,  go wadah godong cau. Mlaku ngetan sekang Kradenan ya kira-kira ana sepuluh kilo, tembe tekan daerah Cipaku kecamatan Mrebet Purbalingga.
           Bapa Uki, pada saat kecil diberi nama Sinar oleh orang tuannya, anak kelahiran asli Kradenan kulon,  dari guratan wajahnya yang sudah tampak tua, tapi masih menyisakan guratan yang keras, dengan rambut kepala yang sudah botak, warna kulit badan yang hitam, dengan tinggi tubuh jangkung dan masih terlihat gagah pada usia yang cukup tua ini. Tulisan yang sederhana ini diangkat untuk memberi penghormatan yang tulus dari kami yang muda, menghormati orang yang telah berjuang menapaki hidup mulai dari jaman orde lama sampai orde reformasi dan orde masa kini, tetap setia dengan profesi semula bakul cau, mengapa ini perlu diapresiasi, karena sudah lebih dari empat puluh orang lebih teman sejawatnya bakul cau, satu demi satu berhenti dan mati. Bapa Uki, memberi gambaran nyata, dan narasumber yang sangat valid, yang dapat menceritakan kejayaan kampung cau Kradenan, karena beliau menjadi pelaku dan sampai hari ini masih setia dengan profesinya.Narasi tulis ini harus dibuat sekarang, supaya kita semua generasi muda masih mempunyai narasumber yang masih mampu cerita, walau hanya bakul cau, tetapi profesi ini telah melengkapi sejarah grumbul Kradenan kulon, yang sampai saat ini belum mampu diulang oleh generasi saat ini, grumbul Kradenan makin lama makin kehilangan arah dan tidak mempunyai jatidiri apapun, setelah dikenal sebagai kampung cau pada hampir lima puluh tahun yang lalu.
             Apa jaman itu menjadi puncak kejayaan ekonomi grumbul Kradenan kulon ?, ini sangat sulit untuk dijadikan ukuran, apalagi bila dibandingkan pada saat ini, tetapi faktanya bila semua kepala keluarga bakul cau, pasti setiap hari dapat uang, tidak bergantung masa panen apa masa paceklik, yang pasti hanya dengan mantra bakul cau, Kradenan mempunyai identitas, kebanggaan komunal, dan percaya diri walau hanya disebut sebagai kampung cau. Bukti kejayaan yang lain Kradenan kulon mempunyai paguyuban andil kematian ( perkumpulan warga masyarakat berupa iuran rutin yaitu dana untuk kematian besarnya sudah ditentukan, yang dilakukan tiap tigapuluh lima hari sekali), dengan pola pengurusan keuangan yang sederhana,tetapi dijalankan oleh orang-orang yang jujur dan kredibel maka perkumpulan itu mampu menjadi pilar ekonomi masyarakat yang berjaya sampai beberapa decade, ini bukti kedua bahwa pada masa lalu grumbul Kradenan pernah mengalami kejayaan secara ekonomi dan sosial, yang belum mampu diraih lagi oleh grumbul Kradenan sampai saat ini.
             Menjadi bakul cau ternyata suatu kearifan sosial masyarakat grumbul Kradenan pada masa itu, itu adalah pemikiran yang cerdas masyarakat menghadapi alam, bila bertani hanya mampu dilakukan  pada musim hujan, tetapi orang Kradenan mampu mengatasi dengan cara yang benar, mereka tidak mau meng explor secara membabi buta tanah sawahnya, mereka tetap bertani secara alami, tradisional, memang hasilnya tidak maksimal, jaman itu hampir semua sawah hanya ditanami padi satu kali,jagung apa kedelai satu kali yang diselingi palawija yang lain pada musim kemarau, dengan pola tanam seperti ini dalam satu tahun, pasti banyak waktu yang tidak digunakan, terutama paska tanam baik padi atau jagung, yang pasti baik petani dan buruh tani, memang tidak mungkin mempunyai pendapatan cukup untuk keluarga, bila hanya mengandalkan dari hasil pertanian. Masalah ini ternyata mampu diantisipasi secara cerdas oleh masyarakat Kradenan, bukan dengan mengolah sawah secara membabi buta dan instan seperti saat ini, tetapi dengan cara membuat komunitas bakul cau yang sangat fenomenal itu. Bukti lain yang menunjukan bakul cau Kradenan terkenal adalah pada jaman itu, komunikasi antar warga masyarakat dalam ruang yang lebih luas, melalui media radio, siaran RRI Purwokerto, dan salah satu acara radio yang terkenal untuk masyarakat pedesaan adalah siaran Pak Singa, siaran dalam dialek Banyumasan yang khas, ternyata komunitas bakul cau Kradenan sering disebut oleh pak Singa, itu menjadi kebanggaan tersendiri, karena identitas kelompoknya diakui secara komunal dengan ruang yang lebih luas, mungkin kalau saat ini komunitas bakul cau Kradenan pasti akan masuk pada acara TV swasta yang terkenal misalnya Hitam putih, atau Kick Andy dll.
            Ada banyak cerita tentang bakul cau ini, misal kulak godong cau secara berkelompok, dengan jalan kaki yang cukup jauh sekitar 10 km, kalau pada saat ini perjalanan sejauh itu bukan masalah kerena naik motor tidak butuh waktu sampai seperempat jam, tetapi pada tahun 70 an, jangankan motor atau koperades, sepeda angin saja jarang ada yang punya, sehingga jalan kaki itulah cara yang umum dilakukan, hampir setengah hari waktu yang dibutuhkan untuk jalan sampai lokasi tempat godong cau, daun cau ternyata merupakan tanaman merambat pada pohon yang cukup tinggi, biasanya merambat dipohon klandingan, pohon albasia atau yang lain, sehingga untuk memetik daun cau harus memanjat  pohon, karena memang tidak ada daun cau yang dijual sudah dipetik, sehingga yang mau membeli harus memetik sendiri dipohon, tetapi ada beberapa bakul cau yang tidak bisa memanjat pohon, biasanya orang yang pinter memanjat pohon pasti akan ngerjani orang yang tidak bisa panjat pohon, banyak caranya misal, minta rokok, minta bekal, minta dibayari kalau masuk warung rames dan yang lain, tetapi demi mendapat daun cau biasanya mereka patuh mau melakukan apapun, ini yang menjadi cerita menarik yang sering diceritakan sampai mereka menjadi tua, terutama cerita konyol yang berhubungan dengan pemilik pohon cau, ada yang punya anak gadis cantik, apa janda cantik dan yang lain.
          Kampung cau, sepenggal cerita sejarah grumbul Kradenan, bukan cerita yang hebat, tetapi mampu memberi inspirasi betapa nama besar,ketenaran wilayah biasnya hanya dilihat dari prestasi desa, jaman lurah siapa atau jaman orde apa, tetapi grumbul Kradenan mampu membuktikan, hanya jadi bakul cau saja, bila dilakukan secara kompak, walau pelakunya tidak lebih dari empat puluhan warga , tetapi mampu membuat nama besar yang terkenal diseputar kabupaten Banyumas, ini sebetulnya yang hilang dari pola pembangunan desa yang selama ini ada, desa-desa bergerak dengan cara yang sama, mengandalkan pembangunan fisik yang ternyata hanya membawa pada kemiskinan,ketertinggalan dan kehilangan jatidiri desa.
           Mengapa bakul cau Kradenan, satu persatu berhenti dan mati, ini yang menjadi sangat ironi, ternyata modernitas telah membawa kehancuran sendi-sendi masyarakat pedesaan, kaum tani dan buruh tani, juga bakul cau Kradenan tidak luput dari imbas laju modernisasi desa. Dulu banyak orang menganggap bahwa jaman modern akan membawa kehidupan lebih baik, ternyata tidak semua benar, banyak hal yang justru lebih baik, bila itu dilakukan secara tradisional, alami dan bersahabat dengan alam, conto yang nyata adalah dunia pertanian desa-desa dikecamatan Sumbang, banyak desa yang justru lebih miskin dari masa lalunya, desa-desa tidak mampu berprestasi, tertinggal, dan kehilangan jati diri, tidak mempunyai lagi aura kebanggaan sebagai desa yang mandiri.
           Ini jawaban dari bapa Uki, orang terakhir digrumbul Kradenan yang masih mampu bertahan menjadi bakul cau, mas  sekarang ini cau Kradenan sudah kalah dengan minuman kemasan, hasil dari pabrikan, minuman lebih bervariasi, baik rasa maupun kemasannya, saya hanya bertahan karena sudah tidak ada lagi yang mampu dikerjakan, anak-anak sudah berkeluarga, punya rumah sendiri, tetapi saya masih hidup, masih punya isteri yang harus diberi makan, mau kerja disawah sudah tidak mampu lagi, sawah sudah tidak punya, untuk mikul grobogan ( perlengkapan jualan cau jaman dulu ) juga sudah tidak kuat, maka saya buat grobogan seperti penjual es, yang diberi roda dan didorong sehingga sudah tidak perlu mikul lagi. Dulu transportasi dan jalan-jalan belum selancar dan sebagus saat ini, orang mau pergi ke pasar Wage naik sepeda angin atau naik dokar, itu sangat membantu bakul cau karena naik sepeda atau naik dokar pasti, sangat banyak membuang energy, apalagi pada saat cuaca panas maka minum cau adalah menjadi kenikmantan tersendiri, jualan cau diarena sekolahan juga laku, karena tidak ada alternatip minuman lain, berupa minuman kemasan dari pabrikan, maka penjual cau Kradenan mampu merajai pasar minuman ringan siap saji pada jaman itu, karena sudah punya nama, maka hampir semua penjual cau dari daerah manapun diwilayah kecamatan Sumbang pasti mengaku dari Kradenan, ini sama seperti jaman sekarang, bila orang ingat gethuk goreng pasti ingat Sokaraja, dawet ingat Banjarnegara, apa pernah ada yang memperhatikan bahwa grumbul kita, desa kita,kecamatan kita pernah mempunyai brand yang sangat terkenal pada tahun 70 an, walau hanya bakul cau siap saji.
          Putaran waktu, jaman modern ternyata disamping menawarkan kemajuan juga menggilas anak-anak jaman, mungkin kejayaan bakul cau Kradenan akan sangat sulit bangkit kembali, tetapi kita semua harus bangga, terutama warga grumbul Kradenan saat ini, para pendahulu kita telah mampu mengukir prestasi luar biasa, mampu membuat jatidiri desa, walau hanya sebagai bakul cau, tetapi itu telah membawa nama besar grumbul Kradenan dikenal dikabupaten Banyumas pada suatu waktu dijaman itu.
          Bapa Uki, orang biasa bukan pejabat,bukan intelektual,bukan orang kaya, bukan orang terkenal, hanya orang yang mencoba setia pada profesinya, tetapi sejarah telah mencatat, menjadi bagian dari pusaran waktu, yang masih tersisa, yang mampu cerita kejayaan kampung cau Kradenan, terima kasih bapa Uki, semoga perjuanganmu menapaki hidup,  mampu menjadi inspirasi para generasi muda masa kini untuk mampu berusaha membuat grumbul kita,desa kita, kecamatan kita menjadi lebih baik….. Amin.


Kradenan kulon, 15 Maret 2015
BKAD Sumbang.
           


0 komentar:

Posting Komentar

Design by NewWpThemes | Blogger Theme by Lasantha - Premium Blogger Templates | NewBloggerThemes.com | Modified by Rangga Setiawan