BAPA UKI
THE LAST STANDING MAN
BAKUL CAU
TERAKHIR, DUSUN KRADENAN
MODERNITAS
TELAH MEMBUNUH PEDAGANG KECIL, BURUH TANI DESA-DESA DISUMBANG
Sebuah perenungan bahwa pembangunan telah memiskinkan
kelompok masyarakat yang paling miskin yang selama ini didengungkan akan
diangkat kesejahteraannya.
OLEH
BKAD SUMBANG
Mengangkat tema orang miskin, yang
tidak sukses hidup dibelit dengan kesulitan adalah hal yang sangat biasa, kaki
Narsuki atau dikenal dengan sebutan bapa Uki, hanya orang biasa, orang desa
dengan segala pernak pernik masalah yang rutin, yang setiap saat bergulat
dengan dengan segala kesulitan dan kekurangan. Hari ini seperti rutinitas yang
selama ini dijalani menjadi bakul cau, minuman khas Banyumas yaitu minuman yang
dibuat dari daun cau ( sejenis cincau ) yang dahulu pada tahun 1970 an sangat
dikenal oleh masyarakat dikecamatan Sumbang, karena ada satu dusun yang hampir
seluruh kepala keluarganya menjadi bakul cau.
Nulis bakul cau wah ide ora penting, biasa,
wis ora aneh, kurang nyokot nggo judul tulisan, tapi nek sedesa pada dadi bakul
cau kabeh, tapi siki mung gari siji tok, kiye lha tembe berita, apa ora ana bakul
liyane, ya ana tapi ora seakeh bakul cau Kradenan kulon rikala tahun 1970 an.
Grumbul Kradenan kulon, grumbul
cilik sing mlebu desa Banteran,kecamatan Sumbang, Banyumas, Jawa Tengah, pancen
wargane kabeh kaum tani karo buruh tani, grumbul cilik tapi masyarakate guyub,
nek koden neng sawah wis pada rampung, go ngisi wektu karo ngenteni panen,
bapak-bapak kepala keluarga kabeh pada pahal dodol cau, jaman gemiyen cau
Kradenan terkenal, paling ora nang kecamatan Sumbang, tekan kecamatan tangga
teparone, kena dipestekena nek ana bakul cau neng endi bae sukang Baturaden
tekan Pasar Wage, sukang Sokaraja tekan Dakom ( Gandatapa ) mesti wong
Kradenan.
Jane dadi bakul cau kuwe asale
pegaweyan mirunggan angger pegaweyan nang sawah wis pada rampung, pada nandur
pari apa nandur jagung, nek wis tandur biasane nek mangsan terang madan suwe,
bubar nandur jagung wis ora ana kodean maning, mula kanca batir buruh tani
mbanjur pada kulak godong cau nang daerah Cipaku Purbalingga. Rombongan bakul
cau kulak godong cau nganti wong
sepuluh, nganggo clana pendek,kaos dawa,tudung lancip, nggawa tas canglong
sekang jarit apa taplak meja, go wadah
godong cau. Mlaku ngetan sekang Kradenan ya kira-kira ana sepuluh kilo, tembe
tekan daerah Cipaku kecamatan Mrebet Purbalingga.
Bapa Uki, pada saat kecil diberi
nama Sinar oleh orang tuannya, anak kelahiran asli Kradenan kulon, dari guratan wajahnya yang sudah tampak tua,
tapi masih menyisakan guratan yang keras, dengan rambut kepala yang sudah
botak, warna kulit badan yang hitam, dengan tinggi tubuh jangkung dan masih
terlihat gagah pada usia yang cukup tua ini. Tulisan yang sederhana ini
diangkat untuk memberi penghormatan yang tulus dari kami yang muda, menghormati
orang yang telah berjuang menapaki hidup mulai dari jaman orde lama sampai orde
reformasi dan orde masa kini, tetap setia dengan profesi semula bakul cau,
mengapa ini perlu diapresiasi, karena sudah lebih dari empat puluh orang lebih
teman sejawatnya bakul cau, satu demi satu berhenti dan mati. Bapa Uki, memberi
gambaran nyata, dan narasumber yang sangat valid, yang dapat menceritakan
kejayaan kampung cau Kradenan, karena beliau menjadi pelaku dan sampai hari ini
masih setia dengan profesinya.Narasi tulis ini harus dibuat sekarang, supaya
kita semua generasi muda masih mempunyai narasumber yang masih mampu cerita,
walau hanya bakul cau, tetapi profesi ini telah melengkapi sejarah grumbul
Kradenan kulon, yang sampai saat ini belum mampu diulang oleh generasi saat
ini, grumbul Kradenan makin lama makin kehilangan arah dan tidak mempunyai
jatidiri apapun, setelah dikenal sebagai kampung cau pada hampir lima puluh
tahun yang lalu.
Apa jaman itu menjadi puncak
kejayaan ekonomi grumbul Kradenan kulon ?, ini sangat sulit untuk dijadikan
ukuran, apalagi bila dibandingkan pada saat ini, tetapi faktanya bila semua
kepala keluarga bakul cau, pasti setiap hari dapat uang, tidak bergantung masa
panen apa masa paceklik, yang pasti hanya dengan mantra bakul cau, Kradenan
mempunyai identitas, kebanggaan komunal, dan percaya diri walau hanya disebut
sebagai kampung cau. Bukti kejayaan yang lain Kradenan kulon mempunyai paguyuban
andil kematian ( perkumpulan warga masyarakat berupa iuran rutin yaitu dana
untuk kematian besarnya sudah ditentukan, yang dilakukan tiap tigapuluh lima
hari sekali), dengan pola pengurusan keuangan yang sederhana,tetapi dijalankan
oleh orang-orang yang jujur dan kredibel maka perkumpulan itu mampu menjadi
pilar ekonomi masyarakat yang berjaya sampai beberapa decade, ini bukti kedua
bahwa pada masa lalu grumbul Kradenan pernah mengalami kejayaan secara ekonomi
dan sosial, yang belum mampu diraih lagi oleh grumbul Kradenan sampai saat ini.
Menjadi bakul cau ternyata suatu
kearifan sosial masyarakat grumbul Kradenan pada masa itu, itu adalah pemikiran
yang cerdas masyarakat menghadapi alam, bila bertani hanya mampu dilakukan pada musim hujan, tetapi orang Kradenan mampu
mengatasi dengan cara yang benar, mereka tidak mau meng explor secara membabi
buta tanah sawahnya, mereka tetap bertani secara alami, tradisional, memang
hasilnya tidak maksimal, jaman itu hampir semua sawah hanya ditanami padi satu
kali,jagung apa kedelai satu kali yang diselingi palawija yang lain pada musim
kemarau, dengan pola tanam seperti ini dalam satu tahun, pasti banyak waktu
yang tidak digunakan, terutama paska tanam baik padi atau jagung, yang pasti
baik petani dan buruh tani, memang tidak mungkin mempunyai pendapatan cukup
untuk keluarga, bila hanya mengandalkan dari hasil pertanian. Masalah ini
ternyata mampu diantisipasi secara cerdas oleh masyarakat Kradenan, bukan
dengan mengolah sawah secara membabi buta dan instan seperti saat ini, tetapi
dengan cara membuat komunitas bakul cau yang sangat fenomenal itu. Bukti lain
yang menunjukan bakul cau Kradenan terkenal adalah pada jaman itu, komunikasi
antar warga masyarakat dalam ruang yang lebih luas, melalui media radio, siaran
RRI Purwokerto, dan salah satu acara radio yang terkenal untuk masyarakat
pedesaan adalah siaran Pak Singa, siaran dalam dialek Banyumasan yang khas,
ternyata komunitas bakul cau Kradenan sering disebut oleh pak Singa, itu
menjadi kebanggaan tersendiri, karena identitas kelompoknya diakui secara
komunal dengan ruang yang lebih luas, mungkin kalau saat ini komunitas bakul
cau Kradenan pasti akan masuk pada acara TV swasta yang terkenal misalnya Hitam
putih, atau Kick Andy dll.
Ada banyak cerita tentang
bakul cau ini, misal kulak godong cau secara berkelompok, dengan jalan kaki
yang cukup jauh sekitar 10 km, kalau pada saat ini perjalanan sejauh itu bukan
masalah kerena naik motor tidak butuh waktu sampai seperempat jam, tetapi pada
tahun 70 an, jangankan motor atau koperades, sepeda angin saja jarang ada yang
punya, sehingga jalan kaki itulah cara yang umum dilakukan, hampir setengah
hari waktu yang dibutuhkan untuk jalan sampai lokasi tempat godong cau, daun
cau ternyata merupakan tanaman merambat pada pohon yang cukup tinggi, biasanya
merambat dipohon klandingan, pohon albasia atau yang lain, sehingga untuk
memetik daun cau harus memanjat pohon,
karena memang tidak ada daun cau yang dijual sudah dipetik, sehingga yang mau
membeli harus memetik sendiri dipohon, tetapi ada beberapa bakul cau yang tidak
bisa memanjat pohon, biasanya orang yang pinter memanjat pohon pasti akan
ngerjani orang yang tidak bisa panjat pohon, banyak caranya misal, minta rokok,
minta bekal, minta dibayari kalau masuk warung rames dan yang lain, tetapi demi
mendapat daun cau biasanya mereka patuh mau melakukan apapun, ini yang menjadi
cerita menarik yang sering diceritakan sampai mereka menjadi tua, terutama
cerita konyol yang berhubungan dengan pemilik pohon cau, ada yang punya anak
gadis cantik, apa janda cantik dan yang lain.
Kampung cau, sepenggal cerita sejarah
grumbul Kradenan, bukan cerita yang hebat, tetapi mampu memberi inspirasi
betapa nama besar,ketenaran wilayah biasnya hanya dilihat dari prestasi desa,
jaman lurah siapa atau jaman orde apa, tetapi grumbul Kradenan mampu
membuktikan, hanya jadi bakul cau saja, bila dilakukan secara kompak, walau
pelakunya tidak lebih dari empat puluhan warga , tetapi mampu membuat nama
besar yang terkenal diseputar kabupaten Banyumas, ini sebetulnya yang hilang
dari pola pembangunan desa yang selama ini ada, desa-desa bergerak dengan cara
yang sama, mengandalkan pembangunan fisik yang ternyata hanya membawa pada
kemiskinan,ketertinggalan dan kehilangan jatidiri desa.
Mengapa bakul cau Kradenan, satu persatu
berhenti dan mati, ini yang menjadi sangat ironi, ternyata modernitas telah
membawa kehancuran sendi-sendi masyarakat pedesaan, kaum tani dan buruh tani,
juga bakul cau Kradenan tidak luput dari imbas laju modernisasi desa. Dulu
banyak orang menganggap bahwa jaman modern akan membawa kehidupan lebih baik,
ternyata tidak semua benar, banyak hal yang justru lebih baik, bila itu
dilakukan secara tradisional, alami dan bersahabat dengan alam, conto yang
nyata adalah dunia pertanian desa-desa dikecamatan Sumbang, banyak desa yang
justru lebih miskin dari masa lalunya, desa-desa tidak mampu berprestasi,
tertinggal, dan kehilangan jati diri, tidak mempunyai lagi aura kebanggaan
sebagai desa yang mandiri.
Ini jawaban dari bapa Uki, orang
terakhir digrumbul Kradenan yang masih mampu bertahan menjadi bakul cau, mas sekarang ini cau Kradenan sudah kalah dengan
minuman kemasan, hasil dari pabrikan, minuman lebih bervariasi, baik rasa maupun
kemasannya, saya hanya bertahan karena sudah tidak ada lagi yang mampu
dikerjakan, anak-anak sudah berkeluarga, punya rumah sendiri, tetapi saya masih
hidup, masih punya isteri yang harus diberi makan, mau kerja disawah sudah
tidak mampu lagi, sawah sudah tidak punya, untuk mikul grobogan ( perlengkapan
jualan cau jaman dulu ) juga sudah tidak kuat, maka saya buat grobogan seperti
penjual es, yang diberi roda dan didorong sehingga sudah tidak perlu mikul
lagi. Dulu transportasi dan jalan-jalan belum selancar dan sebagus saat ini,
orang mau pergi ke pasar Wage naik sepeda angin atau naik dokar, itu sangat
membantu bakul cau karena naik sepeda atau naik dokar pasti, sangat banyak
membuang energy, apalagi pada saat cuaca panas maka minum cau adalah menjadi kenikmantan
tersendiri, jualan cau diarena sekolahan juga laku, karena tidak ada alternatip
minuman lain, berupa minuman kemasan dari pabrikan, maka penjual cau Kradenan
mampu merajai pasar minuman ringan siap saji pada jaman itu, karena sudah punya
nama, maka hampir semua penjual cau dari daerah manapun diwilayah kecamatan
Sumbang pasti mengaku dari Kradenan, ini sama seperti jaman sekarang, bila
orang ingat gethuk goreng pasti ingat Sokaraja, dawet ingat Banjarnegara, apa
pernah ada yang memperhatikan bahwa grumbul kita, desa kita,kecamatan kita
pernah mempunyai brand yang sangat terkenal pada tahun 70 an, walau hanya bakul
cau siap saji.
Putaran waktu, jaman modern ternyata
disamping menawarkan kemajuan juga menggilas anak-anak jaman, mungkin kejayaan
bakul cau Kradenan akan sangat sulit bangkit kembali, tetapi kita semua harus
bangga, terutama warga grumbul Kradenan saat ini, para pendahulu kita telah
mampu mengukir prestasi luar biasa, mampu membuat jatidiri desa, walau hanya
sebagai bakul cau, tetapi itu telah membawa nama besar grumbul Kradenan dikenal
dikabupaten Banyumas pada suatu waktu dijaman itu.
Bapa Uki, orang biasa bukan
pejabat,bukan intelektual,bukan orang kaya, bukan orang terkenal, hanya orang
yang mencoba setia pada profesinya, tetapi sejarah telah mencatat, menjadi
bagian dari pusaran waktu, yang masih tersisa, yang mampu cerita kejayaan
kampung cau Kradenan, terima kasih bapa Uki, semoga perjuanganmu menapaki
hidup, mampu menjadi inspirasi para
generasi muda masa kini untuk mampu berusaha membuat grumbul kita,desa kita,
kecamatan kita menjadi lebih baik….. Amin.
Kradenan
kulon, 15 Maret 2015
BKAD
Sumbang.
0 komentar:
Posting Komentar