BANYUMAS
ITU DESA BUKAN KOTA
Pernah mendengar istilah “ City
branding” yang pada saat hari jadi Banyumas tahun 2015 ini mengemuka, dan
menjadi berita utama, koran lokal, yang disambut dengan heboh oleh banyak
orang, seolah menjadi sesuatu yang baru sebagai kado ulang tahun Banyumas yang
ke 433 . Menjadi hal penting karena masuk dalam agenda acara hari jadi
Banyumas, menjadi mata acara lomba desain, yang kebetulan pemenangnya justru
bukan dari Banyumas, tetapi dari luar daerah, kalau itu menjadi semacam ichtiar
untuk lebih mampu mengenalkan Banyumas, pasti banyak orang akan setuju, walau
belum paham benar apa maksudnya dan apa yang mampu dilakukan dengan mempunyai
branding itu, tetapi segala upaya memang harus dilakukan untuk mengenalkan
Banyumas pada orang lain dimana saja.
Kita sudah punya mascot “ Bawor “
yang sekarang nempel disemua kaos PNS, seperti sedang masa kampanye saja,
tetapi sayang hampir semua upaya itu masih sebatas pemasalan, seperti
program-program masal lainnya yang dahulu sering dilakukan oleh pemerintah pada
orde sebelumnya, mengenakan pakaian daerah pada hari tertentu, itu juga salah
satu upaya, tetapi tetap saja belum mampu secara nyata meniupkan optimisme baru sebagai salah satu warga Banyumas, yang
kebetulan hanya masyarakat biasa, semua upaya diatas masih dianggap sebagai
seremonial, bedak atau pupur budaya yang lebih parah lagi bila hanya tiru-tiru
daerah lain. Coba teman-teman bayangkan, bila program menggunakan pakean
daerah, baju batik, kaos bawor tujuanya adalah untuk membangkitkan kembali
produk kain tradisional yang diBanyumas sudah hilang, batik Banyumas yang
sedang muncul kembali, mendorong industry konveksi seperti kabupaten
Bandung, menggunakan pakean daerah baju
batik dan kaos bawor pasti akan lebih berdampak pada perekonomian masyarakat
kecil, bukan cuma pamer baju baru dan kaos baru.
Hari jadi Banyumas, sudah beberapa
kali diperingati, ide dasarnya bagus, sudah menjadi mata acara yang rutin,
dengan segala macam rangkaian acaranya sudah ditunggu oleh masyarakat, minimal
sudah bisa menjadi sesuatu yang ditunggu banyak orang, walau belum mampu
menyamai fenomena batu akik, yang mampu meng Indonesia. tetapi acara ini belum mampu menjadi agenda
budaya yang khas Banyumas, karena memang kurang ide kreatip, yang seharusnya
terus menerus hadir setiap tahun .
Kata kuncinya adalah kreativitas,
apapun ide dasarnya, tanpa dibarengi dengan kreativitas yang terus menerus
hadir, acara apapun akan menjadi hal yang klise dan lama-lama membosankan,
acara hari jadi Banyumas ada lomba kenthongan, ini sudah menjadi sesuatu yang
membosankan, walau penonton membludak, orang mau menunggu sampai dinihari,
tetapi itu karena selama ini memang Banyumas jarang ada ide menyelenggarakan
even budaya, lomba kenthongan bukan karena menarik tapi timbang oran ana
liyane, ya tetep bae ditonton, iya mbok.
Alih-alih ada ide baru,
kreativitas baru, malah yang muncul hanya symbol-symbol yang sangat samar, dan
tidak jelas mau digunakan untuk apa, kalau hanya untuk menjadi symbol apa mas
Bawor belum cukup, saya sering diledek teman-teman dari Jogya, kalau mau membuat icon, ambil gambar wayang saja ko
milihnya Bawor, sudah batuke nonong, lambene kandel, mripate mendolo, kringete
mambu, kenapa sih Banyumas tidak memilih tokoh yang gagah, sekti, bagus, atau
yang modern seperti superman misalnya,
sebagai orang Banyumas asli akhirnya harus menjelaskan filosofi Bawor itu,
walau apa yang saya jelaskan belum tentu tepat, yang pasti dari pada diledek terus, hanya masalah
penampilan mas Bawor. Tetapi justru
setelah saya mampu menjelaskan filosofi Bawor pada orang lain, saya jadi
bertanya apa benar teman-teman yang bangga memakai kaos Bawor , semua sedah
faham filosofi Bawor itu ?, ini
sebetulnya yang saat ini harus direvitalisasi kembali, yaitu filosofi Bawor,
wong mengidentifikasi diri sebagai Bawor tapi masih ada korupsi, tindakan dengan perkataannya berbeda, yang
diutamakan penampilan bukan pemikiran, bekerja dengan pamrih, arogan,sombong
dan yang lain, seperti itu pasti belum mampu memahami filosofi Bawor, mestinya membuat Banyumas bebas korupsi, mengutamakan
daya pikir dari pada penampilan, bicara apa adanya, apa yang ada dihati,
diwujudkan dalam tindakan nyata, itu dulu yang dilakukan baru memakai kaos
Bawor, bila itu yang dilakukan kami orang awampun pasti akan bangga memakai
kaos Bawor, walau lambene kandel, batuke nonong, ndobleh, tetap saja bangga
dengan mas Bawor.
City branding atau apapun, boleh
saja tetapi kalau hanya menjadi symbol yang tanpa makna, nantinya untuk apa,
orang hanya membeli bayangan, tetapi tidak akan merubah apapun, masih banyak
hal riil yang harusnya dilakukan warga Banyumas, bukan hanya bermain dengan
symbol, untuk mengejar ketinggalan dengan kabupaten lain yang sudah lebih maju.
Sejatinya Banyumas itu adalah
desa, kesadaran dan pengertian ini menjadi penting, agar apa yang menjadi
cita-cita Banyumas itu tetap berpijak dibumi, bumine wong penginyongan, coba
kita simak secara cermat, teman-teman dikecamatan Banyumas, dengan gencar
mengusulkan revitalisasi kota lama Banyumas, itu hal positip untuk membuat kota
lama Banyumas hadir kembali, ada pelestarian artefak budaya, gedung-gedung tua
direvitalisasi menjadi gedung yang megah kembali, ini pasti butuh dana dan
pemikiran yang sangat teliti, karena merevitalisasi kota bukan hanya mengecat
bangunan lama, tetapi yang paling penting adalah menghidupkan aura kota, itu
bukan urusan yang mudah dan perlu banyak ahli-ahli yang terlibat, dan ini yang
paling penting pada saat kita semua sudah mampu menampilkan kota lama Banyumas
dengan segala aura lamanya, tetapi yang akan muncul budaya Belanda, budaya
bangsa penjajah bukan budaya Banyumas, apa kita mau mengidentifikasi budaya
Banyumas itu dengan budaya Belanda ?, memang sudah menjadi kenyataan sejarah
bahwa wilayah Banyumas pernah dijajah oleh Belanda puluhan tahun, tetapi tetap
saja orang akan sangat sulit menerima bahwa budaya Banyumas, akan diidentikan
dengan kota lama yang menjadi produk budaya Belanda. City branding juga akan
menjadi hal yang sama seperti mas Bawor, dan kota lama Banyumas, akan menjadi
lokasi yang khusus dan berbeda dengan daerah lain, tetapi tetap bukan menjadi
identitas budaya Banyumas, karena Banyumas
itu desa bukan kota.
Mulailah menata wisata Banyumas
dengan pengertian dasar bahwa Banyumas
itu adalah desa, ini sangat penting dan mendasar, selanjutnya harus
mendesain desa wisata budaya, yang mampu memberikan AURA Banyumas secara
budaya, baik lokasi,suasana dan pendukung wisata yang lain, bila Banyumas
adalah desa maka tidak perlu dibangun hotel bertingkat yang mewah dan megah,
kesenian tradisional Banyumas unique tetapi tempatnya tersebar di duapuluh
tujuh kecamatan, turis tidak mungkin jalan-jalan ke 27 kecamatan hanya untuk
melihat kesenian tradisional se unique apapun. Sehingga membangun destinasi
wisata budaya yang mampu menampung semua jenis kesenian tradisional, kuliner
tradisional, souvenir khas Banyumas menjadi kebutuhan yang tepat untuk menjawab
tantangan agar turis mancanegara mau
mampir dan berkunjung ke Banyumas secara sebenarnya ( bukan hanya numpang lewat
).
Konsep Desa Budaya Gandatapa (
DBG) adalah salah satu alternatip yang ditawarkan, yang akan mampu menjadi
jawaban turis mancanegara atau wisatawan lokal mau datang keBanyumas,
lokawisata Baturaden sudah ketinggalan jaman, maka harus hadir destinasi wisata
budaya yang lebih fresh dan menjanjikan aura baru, yang menampilkan wajah asli
Banyumas, yaitu alam pegunungan,
pedesaan, belajar kesenian tradisional,
kuliner khas, dan juga souvenir khas Banyumas, bila ini yang mampu disiapkan
misalnya turis asing diajak untuk belajar menari Bongkek, Ujungan, Biaksi atau
yang lain ini pasti akan menarik, bukan hanya sehari dua hari, mungkin bisa
lebih untuk menikmati keunikan alam Banyumas yang sebenarnya, itu semua hanya
ditemukan dikomplek Desa Budaya Gandatapa ( DBG )
Pada konsep DBG menarik kunjungan
wisatawan mancanegara bukan tujuan, tetapi yang utama adalah melestarikan semua
kesenian tradisional Banyumas, yang pernah ada, yang saat ini satu persatu
hilang karena pelakunya mati, bila tidak ada penyelamatan secara nyata, maka
anak cucu kita pasti akan kehilangan miliknya yang paling berharga yaitu
kesenian tradisional budaya asli Banyumas, sehingga membangun DBG adalah sebuah
investasi masa depan, yang mampu bersinergi dengan upaya untuk mendatangkan
turis mancanegara ke Banyumas.
Semoga Gusti Alloh, selalu memberi
jalan terang, bagi semua orang yang mau memberikan sedikit waktu dan pikiranya
untuk membantu kemajuan desa, kecamatan dan kabupatennya, selamat hari jadi
Banyumas semoga tulisan ini mampu menjadi kado ulang tahun, tulisan ini
diilhami oleh gambar Bawor yang salah satu sifatnya adalah mengutamakan pikiran
yang cerdas bukan penampilan.
Sumbang , 09
April 2015
0 komentar:
Posting Komentar