f SEGA PENGGEL & WEDANG TENGGELONG ~ UPK PNPM Kec. Sumbang

Selasa, 17 Maret 2015



SEGA  PENGGEL & WEDANG TENGGELONG
KULINER ASLI SUMBANG



Sega penggel, sebetulnya hanya nasi dari beras pari jawa, yang setelah ditanak ( didang ), digelar pada papan bambu yang disebut  Ian/Iyan ( ancak ), digelar nasinya, diangin-angin dengan tipas besar ( Ilir ), sambil diaduk-aduk menggunakan centhong, sampai nasi menjadi pulen, lalu dibuat golong kecil-kecil lalu dibungkus dengan daun pisang. Lauknya adalah jangan dage,beweh dan kecambah kuning ( dari kedelai hitam), mendoan,sayur gendot, sayur pakis, sambal trasi, rempeyek gesek
, srundeng dll.

Kearifan lokal sega penggel :
      Penggel nasi yang besarnya tidak lebih dari sekepalan tangan manusia, tapi sudah mampu membuat kenyang kuli kontrak ( tukang tebang tebu ), yang bekerja lebih dari 15 jam/hari ( mulai jam 05.00 pagi – jam 20.00) hanya butuh tiga bungkus penggel saja, artinya penggel itu nasi yang istimewa karena, makan sedikit tapi mampu mendukung energy yang besar, mampu untuk mendukung tenaga pekerja kuli kontrak, yang bekerja sangat berat hanya perlu makan penggel tiga bungkus/hari.
Ini kearifan lokal makan penggel dari Sumbang, untuk kuat dan ber energy tidak perlu doping, tidak perlu minum jamu kuat , cukup makan penggel, kenyang dan sehat.
              Bila masyarakat  Sumbang mau kembali pada kerifan lokalnya makan “sega penggel” maka akan membuat revolusi dunia pertanian diSumbang, yaitu membuat REVOLUSI MENTAL para petani dan buruh tani antara lain : Petani akan menanam padi dengan cara tradisional, menggunakan pupuk kandang, obat2an non kimia, cara memanen dan memproses padi cara tradisional, menanam pari Jawa yang pulen, dan kita semua kembali bersahabat dengan alam, kembali menemukan jatidiri orang desa, yang sederhana, peduli dengan alam dan selalu ingat pada yang membuat hidup dengan melakukan ritual tradisional, mimiti, tulak bala dan yang lain, semua ritual itu sebetulnya hanya wujud bahwa manusia harus selalu berterima kasih pada dzat  yang telah memberi kehidupan pada kita semua.
Penggel akan mampu membimbing masyarakat Sumbang, menemukan jatidiri sebagai manusia dari desa yang seutuhnya, membimbing kembali ke alam, belajar kehidupan dengan alam, memasrahkan kepatuhan pada yang memelihara alam yaitu  Gusti Alloh SWT.

             Wedang Tenggelong, kalau ini adalah jenis minuman khas Sumbang, yang sudah banyak dilupakan orang, sudah banyak orang Sumbang sendiri lupa bahwa kita punya jenis minuman yang saat ini sudah hilang dari lingkungan masyarakat desa-desa diSumbang sendiri. Wedang Tenggelong sebetulnya hanya sejenis minuman yang dahulu sering dibuat oleh para petani desa-desa diSumbang, karena bahanya adalah dari untaian padi pari jawa, yang mempunyai untaian padi yang panjang, yang diambil adalah padi yang masih muda ( masih berwarna hijau dari pari ketan ), untaian padi ditanak ( didang ) memakai kusan lalu untaian padi dijemur (dipe) setelah kering padi ditumbuk untuk diambil butiran berasnya, lalu beras dimasukan ke gelas dengan ditambah gula jawa, lalu dicor dengan air panas seperti mau membuat kopi panas, maka jadilah wedang tenggelong, rasanya seperti wedang tape ketan, yang juga dikenal sebagai minuman khas daerah wetan ( jogyakarta ).
           Apapun itu, ini juga kearifan lokal dari Sumbang yang patut dikenalkan pada masyarakat luas, kalau selama ini kita merasa belum mempunyai identitas wilayah, mungkin sega penggel dan wedang tenggelong bisa mewakili citra kecamatan Sumbang, jangan hanya dikenal sebagai kecamatan blero ( fals ), orang luar sering meng olok-olok kita sebagai orang Sumbang, usulan Sumbang, suara Sumbang, itu semua terjadi karena masyarakat kecamatan Sumbang belum mempunyai identitas yang mampu dibanggakan, kita juga belum mampu menjelaskan pada khalayak umum apa arti Sumbang yang sebenarnya, padahal nama Sumbang justru menjadi nama yang sangat dekat dengan sejarah berdirinya desa dan kecamatan Sumbang, tetapi kita sendiri orang Sumbang, banyak yang belum paham, kenapa wilayah kita, desa kita disebut Sumbang. Dari para sesepuh dan pemerhati budaya yang ada didesa Sumbang, nama Sumbang diambil dari nama orang yang menjadi cikal bakal penduduk desa Sumbang, yaitu Kyai Panumbang, seorang kyai penyebar agama islam, yang bersama dengan kyai Ageng, dan eyang Tirtakrama, yang merupakan penghuni awal desa Sumbang dan setelah meninggal juga dikuburkan dikomplek kuburan desa Sumbang. Karena dihuni oleh kyai Panumbang, maka desa yang ditempati sebagai tempat mengajar ilmu agama islam, disebut desa Numbang, artinya desa yang dihuni kyai Panumbang, lama-lama lafal N karena agak sulit akhirnya luruh menjadi lafal S sehinggga orang lebih mudah menyebut sebagai Sumbang, jadi pengertian Sumbang disini sama sekali tidak ada hubungannya dengan istilah bahasa Indonesia bahwa Sumbang adalah fals/blero, tetapi justru merujuk nama cikal bakal penghuni desa Sumbang pada jaman dahulu yaitu kyai Panumbang.
              Menjadi kewajiban kita sebagai orang dari kecamatan Sumbang, untuk menjelaskan jatidiri nama Sumbang, bukan hanya sebagai identitas wilayah, tetapi nama Sumbang juga menjadi kearifan lokal, menjadi nama yang mampu membedakan dari kecamatan lain karena nama Sumbang adalah nama yang dihubungkan dengan cikal bakal, leluhur, nenek moyang kita semu warga desa dan kecamatan Sumbang.
              Sebagai tambahan informasi pada masyarakat luas, bahwa berbekal sega penggel dan wedang tenggelong, kecamatan Sumbang mampu menjadi juara ke I dalam lomba makanan & minuman tradisional Banyumas, dimana para yuri yang menilai datang dari para chef ( ahli juru masak ) hotel-hotel berbintang diPurwokerto, lomba ini mestinya dapat untuk membuktikan bahwa sega penggel & wedang tenggelong makanan ndeso ternyata mampu menjadi juara, semoga kedepan juga mampu menjadi identitas wilayah Sumbang. Siapa yang  wajib mengenalkan kyai Panumbang, sega Penggel, wedang Tenggelong ya mestinya kita semua warga kecamatan Sumbang, minimal orang Sumbang mengenal sejarah desa dan kecamatan sendiri, tahu makanan tradisionalnya, tahu kesenian dan budayanya, tahu ritual tradisinya yang itu semua nantinya akan mampu menjadi identitas budaya yang khas kecamatan Sumbang.
               Kita lebih mengenal nasi kucing, nasi bandem, nasi uduk, nasi langgi dll yang sebetulnya bukan kuliner asli Banyumas, menjadi kewajiban kita bersama untuk mengenalkan nasi Penggel, sebagai identitas wilayah Sumbang, nasi bungkus yang kecil tapi mampu membuat kenyang ( wareg ) ini adalah kuliner khas yang luar biasa. Sebagai warga yang berbudaya mestinya kita tidak perlu, terlalu membanggakan semua hal yang datang dari luar wilayah apalagi luar negeri, kita harus bangga pada apa yang menjadi milik kita kyai Panumbang, sega Penggel, wedang Tenggelong adalah sebagian kecil milik kita yang sudah lama sekali ditinggalkan, sampai kita semua, generasi muda kita justru sudah tidak mengenalnya. Coba teman kita renungkan Mendoan yang menjadi identitas Banyumas, ternyata hampir 70 % bahanya, merupakan kedelai impor dari Amerika, apa kita harus bangga hanya punya “ Mendoan made in America “,  kemajuan kecamatan Sumbang hanya mampu dicapai bila kita semua mau nguri-uri apa yang kita punya, dengan jalan budaya nantinya kecamatan Sumbang akan mampu menemukan identitas wilayah yang mampu menjadi jatidiri kecamatan Sumbang………. Insya Alloh.

SUMBANG, 03 SEPT 2014
BKAD SUMBANG

0 komentar:

Posting Komentar

Design by NewWpThemes | Blogger Theme by Lasantha - Premium Blogger Templates | NewBloggerThemes.com | Modified by Rangga Setiawan