f Mei 2015 ~ UPK PNPM Kec. Sumbang

Selasa, 26 Mei 2015



JALAN BUDAYA
MENUJU PENCERAHAN DESA-DESA DISUMBANG
             Saat ini banyak desa kehilangan jatidiri, kearifan lokal, dan aura kebanggaan pada desanya sendiri. Ini terjadi karena desa dibangun dengan pola yang sama, seragam, desa membuat laporan yang sama, seragam, membangun tanpa melihat potensi desa,kearifan lokal, desa makin jauh dari masyarakatnya, desa hanya menjadi kepanjangan birokrasi pemerintah, bukan menjadi desa otonom, yang berhak mengatur desanya secara merdeka, sehingga semua desa mampu mencari potensinya secara maksimal demi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakatnya.
              Intervensi yang terlalu besar, menyebabkan semua desa tidak mampu mandiri, hanya ada satu penafasiran tunggal, bahwa desa akan maju bila dibangun dengan dana yang  besar, uang menjadi segalanya, kebersamaan makin menghilang, muncul faksi-faksi didesa yang saling berebut pengaruh, sejatinya tidak mungkin ada desa yang mampu maju dan sejahtera yang dibangun tanpa partisipasi masyarakatnya, pemerintah harus seiring sejalan dengan masyarakat, memuliakan alam, mencari pola pembangunan yang mampu bersahabat dengan alam, jangan terlalu mengeksplorasi alam secara berlebihan, keseimbangan antara manusia dan alam akan menjadi kunci pembangunan pada masa depan.
             Demi hasil panen yang semakin besar, maka para petani mengexplor secara berlebihan tanah pertaniannya, menggunakan pupuk kimia, obat kimia, bibit pabrikan, tanah dipaksa untuk terus menerus ditanami jenis yang sama sepanjang tahun tanpa jeda, alih-alih hasil bertambah melimpah, justru makin berkurang, tanah menjadi gersang membatu, hama tanaman makin berkembang, predator alami mati karena pupuk dan obat kimia, ini artinya manusia telah memutus matarantai alam, daur kehidupan tanaman,hewan dan manusia dalam satu keseimbangan yang harmoni. Bila kondisi ini terus berlangsung maka pasti akan terjadi bencana besar, yang akan menggilas semua mahluk hidup dibumi ini.
                Jalan budaya merupakan salah satu alternatip atau cara membangun desa-desa dikecamatan Sumbang, yang didasarkan pada potensi desa dan kearifan lokal yang riil ada, budaya akan mampu mengembalikan jatidiri desa, aura kebanggaan,desa mengetahui para tokoh pendiri desa yang mampu menjadi panutan dan menginspirasi para pemimpin masa kini untuk mampu berbuat lebih baik dari para pendahulunya. Mencari pahlawan lokal ( local hero ) ini menjadi penting, untuk merubah pola pembangunan yang selama ini fokus pada pembangunan fisik, berubah pada pembangunan yang fokus pada manusianya, sehingga pemberdayaan, kemandirian,dan penguatan masyarakat akan menjadi inti dari pembangunan desa.

                    

                Pemberdayaan dan kemandirian, harus dimulai dengan menggali artefak sejarah desa, menemukan tokoh yang mampu menjadi mascot desa,untuk itu maka harus menengok situs, makam-makam tua,legenda desa atau apapun yang mampu menjadi pijakan untuk memberi kebanggaan, dan menjadi identitas desa yang khas, dan berbeda dari desa yang lain. Bila ini yang akan dicari maka sebenarnya, nguri-uri makam tua,situs desa hanya merupakan pijakan awal, menentukan arah desa, sehingga tidak perlu ada kontroversi dengan kelompok tertentu ( mashab agama ), karena memang tidak ada niat untuk memuja batu kayu, mencari jimat atau yang lain, apalagi sampai menyekutukan tuhan dengan menyembah batu.
                Modernisasi pertanian ternyata hanya meminggirkan para petani sangat bergantung pada produk pabrikan, misal pupuk kimia, obat kimia, bibit tanaman, ini yang menghilangkan kemandirian petani, mekanisasi pertanian meminggirkan para buruh tani, hanya menjadi penonton disawahnya sendiri. Sawah menjadi semakin gersang membatu,hama pertanian berkembang dengan pesat, predator alami mati karena obat kimia, tanah di explorasi secara membabi buta, ditanami jenis yang sama sepanjang tahun tanpa jeda, alih-alih hasilnya bertambah, tetapi justru makin tahun makin berkurang, hama sulit dikendalikan, bila kondisi ini terus berlangsung, pasti bencana besar akan melanda para petani, sehingga kembali pada pola pertanian yang bersahabat dengan alam, adalah suatu keharusan, manusia harus merangkai kembali pola pertanian yang harmoni, menjaga siklus hidup antara manusia, hewan dan tumbuhan, pada siklus yang serasi tidak saling membunuh tetapi saling mendukung, sesuai dengan kodrat alam yang selalu dalam keseimbangan yang harmonis.
                Kembali ke pola pertanian tradisional ternyata tidak mudah, ini tergambar dari apa yang sudah diupayakan pemerintah, para petani sudah diberi penyuluhan,diberikan  pupuk organic gratis, membuat pelatihan, mengurangi jatah pupuk kimia, tetapi semua yang dilakukan hanya menuai kontroversi dimasyarakat, ini terjadi karena pola yang diterapkan tidak berubah dari paradigm proyek, sehingga memberikan pupuk organic gratis pada petani, berasumsi seperti memberikan raskin ( beras miskin ),asal masyarakat diberi gratis pasti mau menerima, tetapi pada saat petani dengan patuh menggunakan pupuk organic gratis itu, justru hasilnya menurun, hama tanaman bertamabah, petani gagal panen, sehingga petani merasa sangat dirugikan oleh program pemerintah itu, ini yang memicu kontroversi, sehingga program yang bagus dari pemerintah, tetapi justru malah merugikan para petani, mereka menjadi korban program yang sudah didesain sangat bagus, tetapi implementasinya dimasyarakat sangat amburadul. Dengan biaya yang sangat besar, waktu yang terbuang sia-sia, ternyata hasilnya justru menyengsarakan para petani sendiri. Mengapa ini terjadi, karena paradigma proyek yang menjadi faktor utama, petani hanya dilihat sebagai alat bukan manusia, sehingga program pemerintah dilakukan sangat mekanis, miskin ide dan sangat kering kreatifitas dilapangan.
                 Pertanian tradisional sesungguhnya hanya mampu dilakukan bila didasarkan pada pemberdayaan dan kemandirian, yang diawali dengan jalan budaya, para petani dan buruh tani harus dibawa pada pola tradisional masa lalu, bagaimana nenek moyang kita mengolah tanah pertaniannya secara bijak, tanpa meng ekspolarsi secara berlebihan, tujuan bertani bukan untuk memperoleh hasil yang sebanyak-banyaknya tetapi melakukan pola tanam yang harmoni dengan alam, maka symbol, ritual petani masa lalu harus mulai dihidupkan kembali, sehingga petani tidak kehilangan jatidiri, melakukan ritual yang sangat dekat dengan budaya nenek moyang kita, yang intinya adalah menyelaraskan dunia peratanian dengan alam semesta ini. Ini sebenarnya inti dari jalan budaya, yaitu mendorong para patani kembali pada tradisi masa lalu, sehingga mampu mengelola tanah pertaniannya dengan cara yang bijaksana dan lestari. Untuk mampu mencapai ini, maka yang paling utama adalah meng edukasi pemikiran para petani dan buruh taninya, bukan langsung memberi bantuan pupuk organic pada petani.

                         
              Pola pertanian organic, harus dimulai dari ruang yang sangat sempit yaitu lingkungan RT, dengan cara meng edukasi semua masyarakat terutama ibu rumah tangga disatu RT itu, untuk mau dengan sukarela menanam sayuran dalam polybag, yang dilakukan serempak disemua rumah diRT itu, membentuk kampong hijau mandiri sayuran, dengan menanam dan merawat jenis sayuran yang bebas dari pupuk dan obat kimia, pertanian organic yang ramah lingkungan,dan menghasilkan jenis sayuran yang lebih sehat dan mempunyai nilai jual yang lebih tinggi. Pada saat awal semua rumah tangga dibantu media tanam secara gratis, minimal setiap rumah menanam 10 ( sepuluh ) polybag, juga deberi pelatihan cara membuat media tanam,membuat obat hama tradisional dan mencoba menyemai semua bibit yang akan ditanam secara mandiri. Bila program dalam satu RT mendapat respon positip dari warga, maka akan diteruskan secara bertahap pada semua RT didesa itu, program ini tujuannya bukan sekedar menanam sayuran, tetapi yang lebih penting lagi adalah memberi pelajaran pada masyarakat untuk mampu menyiapkan sendiri media tanam, pupuk tanaman, obat tanaman dan juga bibit tanaman, ini adalah meng edukasi kemandirian dalam pola pertanian, seperti pola pertanian nenek moyang kita yang tidak bergantung pada pabrikan.
         Pada prinsipnya pola pertanian organic akan mampu berhasil diterapkan pada semua lahan pertanian, bila masyarakatnya secara mandiri telah memahami arah dan tujuan pola pertanian organic itu, mampu menyediakan pupuk,obat dan bibit secara mandiri, dengan cara melakukan integrasi bidang pertanian dan peternakan secara terpadu, jadi meng edukasi para pelaku pertanian menjadi lebih penting dari pada hanya sekedar memberi bantuan berupa pupuk organic atau bantuan apapun, yang hanya akan membuat ketergantungan petani pada pihak lain. Kunci utama yang harus dilakukan pemerintah adalah megedukasi masyarakat, bukan memberi bantuan, caranya dengan menggerakan masyarakat pada level yang paling rendah yaitu RT, dan kelompok LSM, Paguyuban atau organisasi sosial yang lain yang ada dilingkungan itu, untuk secara serempak mengenalkan pola pertanian yang ramah lingkungan, salah satunya itu adalah pertanian organic.
 
                                     
          Petani dan buruh tani yang sudah bertahun-tahun menggunakan pupuk kimia,obat kimia,bibit pabrikan, mekanisasi pertanian, akan sangat sulit untuk berubah menggunakan pola pertanian  tradisional, maka harus menggunakan cara atau jalan budaya yaitu menggunakan symbol-symbol masa lalu, yang sekarang sudah hilang, untuk membimbing masyarakat tani kembali kepola pertanian nenek moyang kita, sebagai jalan yang terbaik, untuk secara bertahap meninggalkan pola pertanian yang bergantung pada produk pabrikan.
          Semoga dengan jalan budaya, desa-desa menemukan kembali jatidiri desa, membangun berdasar kearifan lokal dan potensi desa yang riil ada, masyarakatnya kembali mempunyai aura kebanggaan pada desanya, semua ini hanya mampu dicapai bila pola pembangunan fokus pada manusianya, pemberdayaan dan kemandirian menjadi inti dari pola ini.



Sumbang, 01 April 2015
BKAD SUMBANG


Design by NewWpThemes | Blogger Theme by Lasantha - Premium Blogger Templates | NewBloggerThemes.com | Modified by Rangga Setiawan