f TRANSFORMASI UPK ( SUMBANG ) ~ UPK PNPM Kec. Sumbang

Selasa, 11 Agustus 2015



FASE UPK SUMBANG
MENJADI ROLE MODEL BUMDes
        Fase adalah tahapan perubahan kebijakan, dari tahapan yang ditandai dengan istilah kebijakan ( biasanya mewakili periode tertentu, dan orde tertentu dalam perjalanan pemerintah yg berkuasa ).
        UPK sebagai anak kandung program PNPM, untuk wilayah kecamatan Sumbang, dapat menjadi conto ( role model ) bagi BUMDes yang dalam koridor UU Desa akan menjadi institusi yang sangat penting dan strategis didesa.
        Dulu program PNPM disusun untuk mendorong pemberdayaan masyarakat untuk menuju pada kemandirian desa, artinya pemerintah membangun desa bukan hanya memberikan dana, masyarakat tinggal menerima ( jaman Proyek ), tetapi masyarakat diberi ruang untuk ikut serta terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan akhir kegiatan membuat laporan yang akuntabel. Dari program ini yang telah berjalan lebih dari sepuluh tahun ( dimulai dari PPK ) dan baru berakhir pada tahun 2014, program PNPM ini sangat mewarnai periode pemerintah bapak SBY sebagai presiden RI. Apa prpgram PNPM ini sudah sesuai dengan tujuan program yang disusun sebelumnya…. ?, apa desa-desa sudah benar-benar mandiri setelah ada program berjalan lebih dari sepuluh tahun itu, ternyata tidak, paradigma desa masih saja seperti masa lalu ( jaman Proyek ), desa masih mementingkan pembangunan fisik dari membangun manusianya, melibatkan masyarakat ikut dalam pembangunan desa masih sebatas mengikuti proses tahapan tetapi masyarakat tidak tahu apa tujuannya. Maka pada saat akhir program,  tidak ada kearifan lokal apapun yang mampu diserap dari hasil program yang lebih dari sepuluh tahun itu.
         Tetapi untuk kecamatan Sumbang ada fenomena yang menarik, dan dapat dikatakan sebagai anomaly, program PNPM secara umum memang belum mampu merubah paradigma  desa dalam menyikapi pola pembangunan yg dikembangkan oleh pemerintah, tetapi ada salah satu conto baik ( good practice) yaitu pengelolaan dana bergulir yang dikelola oleh UPK Sumbang. Dari modal awal Rp 250 juta, mampu dikelola selama 13 tahun lebih, masih lestari sampai saat ini, menjadi institusi penyedia modal kelompok pemanfaat, mampu menghasilkan keuntungan yg mampu menghidupi organisasinya, mampu berkontribusi pada masyarakat desa (dansos), dan pada tahun 2015 ini asetnya sudah menjadi lebih dari 7 Milyar. Itu menjadi conto baik hasil program PNPM yang mestinya bisa untuk merubah presepsi ( paradigma ) desa dalam menyikapi sebuah kebijakan dari pemerintah, bagaimana desa harus bersikap, secara proaktip dan yang terpenting mampu memahami secara purna kebijakan itu, tidak hanya tahu tahapan dan kulitnya saja, tetapi mampu memahami apa tujuan yang sebenarnya dibuat kebijakan seperti itu.
          Dulu program PNPM dibagi menjadi dua sub besar yaitu fisik dan dana perguliran, diSumbang semua desa mengutamakan pembangunan fisik dengan prosenatase 90% fisik, dan hanya 10% saja untuk dana perguliran ( walau aturanya minimal 25% dari BLM). Tetapi sekarang terbukti setelah akhir program ternyata alokasi fisik yg sampai 90% itu, saat ini yang tersisa berupa apa, apalagi untuk lima,sepuluh tahun kedepan bangunan fisik itu pasti sudah lenyap dan hancur, tetapi dana bergulir masih mampu bertahan, bila dikelola lebih baik lagi ( professional ) maka dana bergulir ini yg mampu menjadi conto baik warisan PNPM.
          Sekarang kebijakan pemerintah adalah  UU Desa, ini merupakan kelanjutan dari program PNPM, kalau dulu PNPM hanya program sektoral ( dari DEPDAGRI), sekarang diperluas menjadi lintas departemen, dasar hukumnya jelas mengacu pada prolegnas & UU Desa, pusat kegiatan ada didesa, BUMDes menjadi institusi penting untuk menjadi pintu awal, desa mampu berubah menjadi pusat perputaran ekonomi desa, desa lebih berdaya dari institusi yang hanya sifatnya sosial berubah menjadi institusi profit, ini ditujukan pada kemadirian desa dan berdaya secara ekonomi,sosial dan budaya.
         Sayangnya desa hanya memaknai UU Desa adalah bantuan satu milyar per desa, itu saja yang diharapkan dari UU Desa, padahal UU Desa menawarkan begitu banyak kesempatan pada desa, untuk menjadi dirinya secara penuh, kemandirian, kebebasan memilih cara, sudah disiapkan wadahnya (BUMDes), sudah disiapkan aturannya ( regulasi), sudah disiapkan dananya, tetapi apa desa sudah ngeh masalah ini… ?, untuk desa-desa dikecamatan Sumbang belum banyak yang mampu mengantisipasi dengan baik fase perubahan kebijakan dari pemerintah ini. UU Desa sebenarnya menawarkan begitu banyak kesempatan pada desa untuk berdaya secara ekonomi, sosial dan budaya secara penuh, bila paham apa tujuan terpenting dari munculnya UU Desa.
           Transisi sistematis UPK Sumbang dalam koridor UU Desa, akan mampu menjadi role model pembangunan institusi BUMDes, sebagai institusi tunggal yang akan mengelola perekonomian didesa, menuju desa sebagai pusat kegiatan ekonomi untuk menaikan kesejahteraan masyarakat desa. Untuk itu transisi UPK dari paradigma program menjadi PT, harus dimaknai sebagai sebuah tahapan ( fase) lanjutan dari program PNPM, menuju kemandirian yang sebenarnya menjadi PT dibawah koridor UU Desa.
           Menjadi PT harus dilihat sebagi transformasi menuju kemandirian penuh, sehingga membandingkan UPK program dengan UPK PT memang sudah tidak relevan lagi ( selama ini jadi perdebatan, PT tdk sesuai dengan roh PNPM ), pasti tidak sesuai karena sudah melangkah pada fase yg berbeda. Mandiri secara sederhana artinya sudah tidak bergantung lagi pada institusi yg dahulu membimbingnya, arti luasnya adalah mampu bertarung dengan institusi sejenis dengan aturan main yang sama ( UU OJK), bila ingin eksistensinya diakui ya harus merubah dirinya menjadi semakin professional, itulah sebabnya UPK harus berbadan hukum PT, tujuannya adalah menuju pengelolaan yang professional.
          Bila kita semua yang terlibat dalam program PNPM ( BKAD,BP,UPK,Tim Ver,Tim Pendanaan,KD dll ) sudah memahami ini, dan sudah sama presepsinya dalam hal transformasi UPK, maka semua akan menjadi jelas dan mudah, dan tidak ada kegamangan ( ragu-ragu), terutama teman2 UPK yang akan menjadi pelaksana operasional UPK pada masa depan. Transisi UPK ini akan menjadi masa yang sangat krusial, sangat penting dan strategis bagi UPK Sumbang, bila mampu dilalui  dengan baik, artinya UPK mampu menjadi conto ( role model), bagaimana sebuah program yang awalnya dibimbaing secara ketat dan benar, mampu bertranformasi secara elegan, menjadi institusi yang mandiri dan professional. Ini harus dilihat sebagai kehormatan besar bagi UPK Sumbang, menjadi conto baik yang kedepan mampu jadi pembimbing BUMDes2 yang ada didesa, dengan cara yang sama dibimbing sampai menuju menjadi institusi ekonomi yang mandiri dan professional, seperti perjalanan UPK Sumbang sendiri.
             Bila UPK mampu mengemban peran seperti diatas, maka UU Desa akan jadi momen penting bagi desa, untuk merubah dirinya menjadi lebih berdaya, lebih mandiri dan mampu secara maksimal meng explor potensi desa dan kearifan local masing-masing desa, sebagai jalan terang menuju kesejahteraan masyarakat desa itu sendiri.
             Ini perlu persiapan yang baik, kerja keras, dan cara transformasi pengetahuan tentang UUDesa pada desa dan masyarakat harus lebih membumi, jangan hanya mengenalkan proses ( tahapan ) tetapi juga mengenalkan dengan baik mengapa UU Desa dibentuk, apa tujuanya, apa yang harus disiapkan oleh desa itu sendiri. ( intinya jangan mengulangi kebijakan pemerintah pada jaman Proyek dan jaman Program ) yang tidak tepat diterima oleh desa.
            Desa berharap terlalu besar pada dana desa satu milyar, tetapi desa menolak BUMDes, bila masalah ini dibiarkan berkembang, maka pemerintah akan mengulangi kesalahan kebijakan yg telah dilakukan sebelumnya, seperti desa melakukan pembangunan fisik 90%, dana bergulir hanya 10%, tetapi sekarang terbukti justru yang lestari yang 10% itu.
            Caranya desa harus mempunyai paradigma  baru dalam menyikapi UUDesa, harus mengenalkan BUMDes secara baik dan benar, memang tidak mudah, tetapi pengalaman UPK Sumbang sudah membuktikan bahwa hal yang sulit itu, bukan sesuatu yang tidak mungkin diraih, UPK menjadi seperti sekarang itu, juga berkat bantuan/kontribusi paling besar adalah dari semua desa diSumbang, bila desa mampu menghantar UPK menjadi institusi yang professional, lalu kenapa desa tidak mampu mengelola BUMDes yang justru ada didesa sendiri. Bila desa tetap belum paham bisa belajar dari perjalanan UPK Sumbang sampai menjadi seperti sekarang ini, desa tinggal mempelajari langkah2 strategis apa yang perlu untuk menjadikan BUMDes solid seperti UPK Sumbang.
              Bila mau jujur, ternyata desa-desa diSumbang belum melangkah terlalu jauh dari paradigma jaman Proyek ( tahun 80 an), ini ditandai dengan ciri sbb :
-          Masih memilih pembangunan fisik lebih utama dari pembangunan manusianya.
-          Melihat dana pembangunan adalah sarana utama untuk pembangunan desa, artinya makin besar bantuan uang pembangunan desa makin baik, uang menjadi segalanya dalam membangun desa.
-          Masyarakat miskin, keluarga RTM, hanya dilihat sebagai beban desa, kelompok masyarakat miskin yg besar ( kelompok petani & buruh tani) masih dianggap sebagai beban desa, bukan asset desa yang perlu dikembangkan menjadi berdaya.
-          Membangun desa tidak berdasarkan potensi dan kearifan local yang ada, yang mampu membedakan desa satu dengan desa lain, tetapi desa dibangun dengan seragam, laporan yg seragam, yang ini telah terbukti tidak mampu merubah kondisi desa menjadi lebih baik, setelah terus menerus membangun selama lebih dari 25 tahun. Malah justru banyak desa di Sumbang yang lebih makmur pada masa lalu dari pada sekarang ( ? ).
          Empat ciri desa diatas, menjadi gambaran yang sangat khas desa-desa diSumbang, ini menunjukan kegagalan transformasi kebijakan pemerintah dari pusat sampai kedesa, cara mengenalkan kebijakan yang tidak tepat, informasi yang tidak tepat diserap oleh desa, sehingga bila mau mengikuti alur Fase Proyek th 80 an – dilanjut fase Program th 2000 an – Fase UU Desa tahun 2015, sudah hampir 40 tahun, tetapi paradigma desa tetap saja masih paradigma fase Proyek.
          Desa harus merubah paradigma pembangunan secara tepat, yaitu mengawali dengan memahami pembentukan BUMDes secara baik dan benar, dan mampu melihat BUMDes sebagai peluang untuk merubah desa yang dulunya selalu menjadi objek ekploitasi, berubah menjadi pusat perputaran ekonomi, hanya bila desa mampu memahami BUMDes secara benar.
         Dengan melihat transformasi UPK menjadi PT, akan menjadikan desa lebih bijak memahami BUMDes, dengan belajar dari proses itu, maka paradigma desa dalam melihat UU Desa harus  berubah, ini bukan hal yang mudah, tetapi bukan hal yang tidak mungkin diraih, karena selama ini desa juga sudah membimbing UPK yang mampu menjadi seperti yang sekarang ( jadi apa sulitnya ).
           Semoga dengan tulisan sederhana ini, berguna bagi teman2 di UPK dan terutama pada teman2 didesa dalam persiapan memahami UU Desa secara lebih baik dan benar. UU Desa mampu menawarkan sesuatu yang luar biasa, terutama bagi desa yang masyarakatnya  kreatip, inovatip, mau bekerja keras, ulet dalam usaha, mampu melihat peluang pasar yg ada, mampu meng explor potensi desa dan kearifan local desanya dengan benar, maka desa itu akan berubah menjadi desa makmur dan berjaya, tetapi desa yang pasip, masa bodoh, hal baru dianggap sebagai musuh ( bukan tantangan ), maka desa ini akan dilindas oleh jaman, menjadi terpinggirkan dan akan jadi pelengkap penderita.
              Apa mau desa bapak hanya menjadi desa pelengkap penderita……. ? semoga tidak ada satupun desa-desa diSumbang yang mau jadi pelengkap penderita……….. Amin

Sumbang, 15 Juli 2015
BKAD SUMBANG.


0 komentar:

Posting Komentar

Design by NewWpThemes | Blogger Theme by Lasantha - Premium Blogger Templates | NewBloggerThemes.com | Modified by Rangga Setiawan