FASE UPK SUMBANG
MENJADI ROLE MODEL BUMDes
Fase
adalah tahapan perubahan kebijakan,
dari tahapan yang ditandai dengan istilah kebijakan ( biasanya mewakili periode
tertentu, dan orde tertentu dalam perjalanan pemerintah yg berkuasa ).
UPK sebagai anak kandung program PNPM,
untuk wilayah kecamatan Sumbang, dapat menjadi conto ( role model ) bagi BUMDes
yang dalam koridor UU Desa akan menjadi institusi yang sangat penting dan
strategis didesa.
Dulu program PNPM disusun untuk
mendorong pemberdayaan masyarakat untuk menuju pada kemandirian desa, artinya
pemerintah membangun desa bukan hanya memberikan dana, masyarakat tinggal
menerima ( jaman Proyek ), tetapi masyarakat diberi ruang untuk ikut serta
terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan akhir kegiatan membuat laporan
yang akuntabel. Dari program ini yang telah berjalan lebih dari sepuluh tahun (
dimulai dari PPK ) dan baru berakhir pada tahun 2014, program PNPM ini sangat
mewarnai periode pemerintah bapak SBY sebagai presiden RI. Apa prpgram PNPM ini
sudah sesuai dengan tujuan program yang disusun sebelumnya…. ?, apa desa-desa
sudah benar-benar mandiri setelah ada program berjalan lebih dari sepuluh tahun
itu, ternyata tidak, paradigma desa masih saja seperti masa lalu ( jaman Proyek
), desa masih mementingkan pembangunan fisik dari membangun manusianya,
melibatkan masyarakat ikut dalam pembangunan desa masih sebatas mengikuti
proses tahapan tetapi masyarakat tidak tahu apa tujuannya. Maka pada saat akhir
program, tidak ada kearifan lokal apapun
yang mampu diserap dari hasil program yang lebih dari sepuluh tahun itu.
Tetapi untuk kecamatan Sumbang ada
fenomena yang menarik, dan dapat dikatakan sebagai anomaly, program PNPM secara
umum memang belum mampu merubah paradigma desa dalam menyikapi pola pembangunan yg
dikembangkan oleh pemerintah, tetapi ada salah satu conto baik ( good practice)
yaitu pengelolaan dana bergulir yang dikelola oleh UPK Sumbang. Dari modal awal
Rp 250 juta, mampu dikelola selama 13 tahun lebih, masih lestari sampai saat
ini, menjadi institusi penyedia modal kelompok pemanfaat, mampu menghasilkan
keuntungan yg mampu menghidupi organisasinya, mampu berkontribusi pada
masyarakat desa (dansos), dan pada tahun 2015 ini asetnya sudah menjadi lebih
dari 7 Milyar. Itu menjadi conto baik hasil program PNPM yang mestinya bisa
untuk merubah presepsi ( paradigma ) desa dalam menyikapi sebuah kebijakan dari
pemerintah, bagaimana desa harus bersikap, secara proaktip dan yang terpenting
mampu memahami secara purna kebijakan itu, tidak hanya tahu tahapan dan
kulitnya saja, tetapi mampu memahami apa tujuan yang sebenarnya dibuat
kebijakan seperti itu.
Dulu program PNPM dibagi menjadi dua
sub besar yaitu fisik dan dana perguliran, diSumbang semua desa mengutamakan
pembangunan fisik dengan prosenatase 90% fisik, dan hanya 10% saja untuk dana
perguliran ( walau aturanya minimal 25% dari BLM). Tetapi sekarang terbukti
setelah akhir program ternyata alokasi fisik yg sampai 90% itu, saat ini yang
tersisa berupa apa, apalagi untuk lima,sepuluh tahun kedepan bangunan fisik itu
pasti sudah lenyap dan hancur, tetapi dana bergulir masih mampu bertahan, bila
dikelola lebih baik lagi ( professional ) maka dana bergulir ini yg mampu
menjadi conto baik warisan PNPM.
Sekarang kebijakan pemerintah adalah UU Desa, ini merupakan kelanjutan dari program
PNPM, kalau dulu PNPM hanya program sektoral ( dari DEPDAGRI), sekarang
diperluas menjadi lintas departemen, dasar hukumnya jelas mengacu pada
prolegnas & UU Desa, pusat kegiatan ada didesa, BUMDes menjadi institusi
penting untuk menjadi pintu awal, desa mampu berubah menjadi pusat perputaran
ekonomi desa, desa lebih berdaya dari institusi yang hanya sifatnya sosial
berubah menjadi institusi profit, ini ditujukan pada kemadirian desa dan
berdaya secara ekonomi,sosial dan budaya.
Sayangnya desa hanya memaknai UU Desa
adalah bantuan satu milyar per desa, itu saja yang diharapkan dari UU Desa,
padahal UU Desa menawarkan begitu banyak kesempatan pada desa, untuk menjadi
dirinya secara penuh, kemandirian, kebebasan memilih cara, sudah disiapkan
wadahnya (BUMDes), sudah disiapkan aturannya ( regulasi), sudah disiapkan
dananya, tetapi apa desa sudah ngeh masalah ini… ?, untuk desa-desa dikecamatan
Sumbang belum banyak yang mampu mengantisipasi dengan baik fase perubahan
kebijakan dari pemerintah ini. UU Desa sebenarnya menawarkan begitu banyak
kesempatan pada desa untuk berdaya secara ekonomi, sosial dan budaya secara
penuh, bila paham apa tujuan terpenting dari munculnya UU Desa.
Transisi sistematis UPK Sumbang
dalam koridor UU Desa, akan mampu menjadi role model pembangunan institusi
BUMDes, sebagai institusi tunggal yang akan mengelola perekonomian didesa,
menuju desa sebagai pusat kegiatan ekonomi untuk menaikan kesejahteraan
masyarakat desa. Untuk itu transisi UPK dari paradigma program menjadi PT,
harus dimaknai sebagai sebuah tahapan ( fase) lanjutan dari program PNPM,
menuju kemandirian yang sebenarnya menjadi PT dibawah koridor UU Desa.
Menjadi PT harus dilihat sebagi transformasi menuju kemandirian penuh,
sehingga membandingkan UPK program dengan UPK PT memang sudah tidak relevan
lagi ( selama ini jadi perdebatan, PT tdk sesuai dengan roh PNPM ), pasti tidak
sesuai karena sudah melangkah pada fase yg berbeda. Mandiri secara sederhana
artinya sudah tidak bergantung lagi pada institusi yg dahulu membimbingnya,
arti luasnya adalah mampu bertarung dengan institusi sejenis dengan aturan main
yang sama ( UU OJK), bila ingin eksistensinya diakui ya harus merubah dirinya
menjadi semakin professional, itulah sebabnya UPK harus berbadan hukum PT,
tujuannya adalah menuju pengelolaan yang professional.
Bila kita semua yang terlibat dalam
program PNPM ( BKAD,BP,UPK,Tim Ver,Tim Pendanaan,KD dll ) sudah memahami ini,
dan sudah sama presepsinya dalam hal transformasi UPK, maka semua akan menjadi
jelas dan mudah, dan tidak ada kegamangan ( ragu-ragu), terutama teman2 UPK
yang akan menjadi pelaksana operasional UPK pada masa depan. Transisi UPK ini
akan menjadi masa yang sangat krusial, sangat penting dan strategis bagi UPK
Sumbang, bila mampu dilalui dengan baik,
artinya UPK mampu menjadi conto ( role model), bagaimana sebuah program yang
awalnya dibimbaing secara ketat dan benar, mampu bertranformasi secara elegan,
menjadi institusi yang mandiri dan professional. Ini harus dilihat sebagai
kehormatan besar bagi UPK Sumbang, menjadi conto baik yang kedepan mampu jadi
pembimbing BUMDes2 yang ada didesa, dengan cara yang sama dibimbing sampai
menuju menjadi institusi ekonomi yang mandiri dan professional, seperti
perjalanan UPK Sumbang sendiri.
Bila UPK mampu mengemban peran
seperti diatas, maka UU Desa akan jadi momen penting bagi desa, untuk merubah
dirinya menjadi lebih berdaya, lebih mandiri dan mampu secara maksimal meng
explor potensi desa dan kearifan local masing-masing desa, sebagai jalan terang
menuju kesejahteraan masyarakat desa itu sendiri.
Ini perlu persiapan yang baik,
kerja keras, dan cara transformasi pengetahuan tentang UUDesa pada desa dan
masyarakat harus lebih membumi, jangan hanya mengenalkan proses ( tahapan )
tetapi juga mengenalkan dengan baik mengapa UU Desa dibentuk, apa tujuanya, apa
yang harus disiapkan oleh desa itu sendiri. ( intinya jangan mengulangi
kebijakan pemerintah pada jaman Proyek dan jaman Program ) yang tidak tepat
diterima oleh desa.
Desa berharap terlalu besar pada
dana desa satu milyar, tetapi desa menolak BUMDes, bila masalah ini dibiarkan
berkembang, maka pemerintah akan mengulangi kesalahan kebijakan yg telah
dilakukan sebelumnya, seperti desa melakukan pembangunan fisik 90%, dana
bergulir hanya 10%, tetapi sekarang terbukti justru yang lestari yang 10% itu.
Caranya desa harus mempunyai
paradigma baru dalam menyikapi UUDesa,
harus mengenalkan BUMDes secara baik dan benar, memang tidak mudah, tetapi
pengalaman UPK Sumbang sudah membuktikan bahwa hal yang sulit itu, bukan
sesuatu yang tidak mungkin diraih, UPK menjadi seperti sekarang itu, juga
berkat bantuan/kontribusi paling besar adalah dari semua desa diSumbang, bila
desa mampu menghantar UPK menjadi institusi yang professional, lalu kenapa desa
tidak mampu mengelola BUMDes yang justru ada didesa sendiri. Bila desa tetap
belum paham bisa belajar dari perjalanan UPK Sumbang sampai menjadi seperti
sekarang ini, desa tinggal mempelajari langkah2 strategis apa yang perlu untuk
menjadikan BUMDes solid seperti UPK Sumbang.
Bila mau jujur, ternyata
desa-desa diSumbang belum melangkah terlalu jauh dari paradigma jaman Proyek (
tahun 80 an), ini ditandai dengan ciri sbb :
-
Masih memilih pembangunan fisik lebih utama dari pembangunan
manusianya.
-
Melihat dana pembangunan adalah sarana utama untuk
pembangunan desa, artinya makin besar bantuan uang pembangunan desa makin baik,
uang menjadi segalanya dalam membangun desa.
-
Masyarakat miskin, keluarga RTM, hanya dilihat sebagai beban
desa, kelompok masyarakat miskin yg besar ( kelompok petani & buruh tani)
masih dianggap sebagai beban desa, bukan asset desa yang perlu dikembangkan
menjadi berdaya.
-
Membangun desa tidak berdasarkan potensi dan kearifan local
yang ada, yang mampu membedakan desa satu dengan desa lain, tetapi desa
dibangun dengan seragam, laporan yg seragam, yang ini telah terbukti tidak mampu
merubah kondisi desa menjadi lebih baik, setelah terus menerus membangun selama
lebih dari 25 tahun. Malah justru banyak desa di Sumbang yang lebih makmur pada
masa lalu dari pada sekarang ( ? ).
Empat ciri desa diatas, menjadi
gambaran yang sangat khas desa-desa diSumbang, ini menunjukan kegagalan
transformasi kebijakan pemerintah dari pusat sampai kedesa, cara mengenalkan
kebijakan yang tidak tepat, informasi yang tidak tepat diserap oleh desa,
sehingga bila mau mengikuti alur Fase Proyek th 80 an – dilanjut fase Program
th 2000 an – Fase UU Desa tahun 2015, sudah hampir 40 tahun, tetapi paradigma
desa tetap saja masih paradigma fase Proyek.
Desa harus merubah paradigma
pembangunan secara tepat, yaitu mengawali dengan memahami pembentukan BUMDes
secara baik dan benar, dan mampu melihat BUMDes sebagai peluang untuk merubah
desa yang dulunya selalu menjadi objek ekploitasi, berubah menjadi pusat
perputaran ekonomi, hanya bila desa mampu memahami BUMDes secara benar.
Dengan melihat transformasi UPK
menjadi PT, akan menjadikan desa lebih bijak memahami BUMDes, dengan belajar
dari proses itu, maka paradigma desa dalam melihat UU Desa harus berubah, ini bukan hal yang mudah, tetapi
bukan hal yang tidak mungkin diraih, karena selama ini desa juga sudah
membimbing UPK yang mampu menjadi seperti yang sekarang ( jadi apa sulitnya ).
Semoga dengan tulisan sederhana ini,
berguna bagi teman2 di UPK dan terutama pada teman2 didesa dalam persiapan
memahami UU Desa secara lebih baik dan benar. UU Desa mampu menawarkan sesuatu
yang luar biasa, terutama bagi desa yang masyarakatnya kreatip, inovatip, mau bekerja keras, ulet
dalam usaha, mampu melihat peluang pasar yg ada, mampu meng explor potensi desa
dan kearifan local desanya dengan benar, maka desa itu akan berubah menjadi
desa makmur dan berjaya, tetapi desa yang pasip, masa bodoh, hal baru dianggap
sebagai musuh ( bukan tantangan ), maka desa ini akan dilindas oleh jaman,
menjadi terpinggirkan dan akan jadi pelengkap penderita.
Apa mau desa bapak hanya menjadi
desa pelengkap penderita……. ? semoga tidak ada satupun desa-desa diSumbang yang
mau jadi pelengkap penderita……….. Amin
Sumbang, 15 Juli 2015
BKAD SUMBANG.
0 komentar:
Posting Komentar